Indonesia, Fakta - Semasa masa perjuangan, bangsa Indonesia memang tiada duanya. Mentalnya sekuat baja. Terus ditempa dengan deruan penjajah. Namun, mereka masih bertahan dengan gaman Bambu Runcing. Beberapa orang menyangsikan senjata yang satu ini. Mengingat, daya gedornya hanya dalam pertarungan jarak dekat, sedangkan para penjajah dibekali senjata api. Di atas kertas, para pejuang tentunya kalah telak, tapi semua berbeda dengan Bambu Runcing Kiai Parak. Beliau berperan aktif dalam perjuangan dan juga memberikan rapalan doa kepada para pejuang. Alhasil, Bambu Runcing bukan sekedar bambu yang diruncingkan ujungnya.
Kiai Parak sendiri tidak bisa lepas dari dua tokoh yang melatarbelakangi perjuangan tersebut. Dia adalah Kiai muhaimin Gunardho dan Kiai Subkhi. Keduanya dieratkan dengan prosesi pernikahan dimana Kiai Subkhi menjadikan Kiai Gunardho sebagai menantunya. Pada masa revolusi, keduanya juga turut serta dalam perjuangan bangsa melalui lascar Hizbullah. Di masa itu, kedua tokoh tersebut mampu memberikan doa atau asma pada Bambu yang diruncingkan itu.
Terlebih, tokoh tersebut mempunyai pesantren sekaligus basis perjuangan bagi tentara Jendral Sudirman di Temanggung. Ada yang meyakini bahwa Kiai Subkhi sendiri adalah guru Jendral Sudirman termasuk orang yang menguatkannya dalam membela bangsa Indonesia. Prihal ini tidak lepas dari intensitas sang jendral untuk menemui beliau di tengah-tengah perang grilya. Dari sisi kontribusi, beliau membantu segala sesuatu yang dibutuhkan sang Jendral, termasuk tenaga pejuang tambahan. Di pesantren yang kini bernama Kiai Parak Bambu Runcing, sang Kiai juga menyepuh bambu dengan tangannya sendiri.
Untuk memberikan motifasi dan kemampuan lebih para senjata sederhana itu. Setidaknya ada tiga hal yang dilakoni oleh sang Kiai setelah memohon restu kepada Sang Maha Kuasa. Pertama, para pejuang diberi minuman bernama air wani. Sejurus dengan namanya, air tersebut adalah pemberi sugesti untuk meningkat keberanian. Kedua, nasi legi bermanfaat untuk memberikan tenaga tambahan selama masa perjuangan. Ketiga, cucukan atau nama lain dari gaman lancip para pejuang. Ketiganya sering diungkapkan oleh para warga.
Pascasenjata diberkati dengan doa dan asma, dengan restu Yang Maha Kuasa, pejuang mampu menuntaskan misinya. Berbekal senjata Bambu Runcing Kiai Parak, pejuang nyatanya mampu menumpas para penjajah hampir di tiap kota. Selain sebagai senjata alternatif yang mudah ditemui di seluruh Indonesia, senjata itu ternyata mematikan ketika menghujam ke dalam perut para penjajah. Setiap goresannya lebih tajam dari pada mata pedang dan ujungnya lebih lancip ketimbang jarum.
Untuk mengenang jasa tokoh kota Temanggung itu, kota Tembakau itu membangun monumen Bambu Runcing untuk Kiai Parak di sekitaran kota. Monumen tersebut terdiri dari bambu kuning berjajar tiga dengan dimensi yang artistik. Selain monumennya, makam sang tokoh pun asih terjaga dengan baik. Para veteran tentunya tak mampu melupakan jasa beliau guna mendongkrak semangat untuk ‘merdeka’. Untuk menuju ke peristirahatan terakhirnya, kita bisa pergi ke desa Parakan, Temanggung. Kota yang strategis ini, cukup mudah ditemukan karena dijadikan jalan utama dari Jakarta ke Jawa Tengah juga.
Sayangnya, hal ini berbanding terbalik dengan makam sang tokoh, Bambu Runcing Kiai Parak. Bagi yang masih baru, tentunya akan sedikit kesulitan menemukannya, mengingat makam beliau tidak mempunyai tanda seperti cungkup dan satu-satunya identitas adalah nama pada nisan. Masalah lainnya, makam beliau berada di pemakaman umum bersama para warga. Hal tersebut akan cukup menyita waktu untuk mencermati lokasinya.
No comments:
Post a Comment