Masterceme, Misteri - ini kisah, tentang keberadaan orang-orang cebol dari Dataran Tinggi Dieng, di Wonosobo, Jateng. Orang-orang cebol ini, kemunculannya penuh misterius.
Pesona alam di Dieng yang indah, membuat siapa saja akan berdecak kagum. lnilah kenapa, Dieng menjadi salah satu tujuan wisata andalan Jateng, khususnya Wonosobo. Ribuan pelancong mendatangi Dieng tiap tahunnya.
Ada telaga warna, ritual cukur rambut gimbal, serta sederetan candi yang banyak tersebar di Dieng, menjadikan daerah dingin di ketinggian ini makin diminati untuk dikunjungi. Pesona alam Dieng, mampu menyihir siapa saja yang menikmati keindahannya.
Namun dibalik anugerah dan Yang Maha Kuasa itu, Dataran Tinggi Dieng masih menyimpan banyak misteri. Salah satunya, tentang adanya manusia-manusia cebol ini. ya, disebut dengan manusia cebol, karena ketinggian mereka hanya 47 hingga 56 cm, tak lebih tinggi dari pinggang orang dewasa.
Dan lebih uniknya lagi, orang-orang bertubuh pendek ini hanya ada di Desa Sigedang, Kecamatan Kejajar, Wonosobo, masih wilayah dataran tinggi Dieng. Dibanding anak-anak berambut gimbal, yang mungkin masih gampang ditemui, orang-orang cebol ini hanya bisa ditemui di Desa Sigedang, tidak di daerah lain.
“Orang-orang bertubuh mini ini sudah ada sejäk jaman dulu, dari jaman nenek moyang, ratusan tahun silam,” papar Ahmad Karim(43), sekdes Desa Sigedang.
Keberadaan manusia-manusia cebol ini, menurut penuturan Ahmad Karim, hingga kini masih menyisakan sejumlah misteri. Belum ditemukan jawabannya hingga sekarang, kenapa manusia-manusia cebol ini hanya ada di Desa Sigedang.
Fenomena ini juga menjadi salah satu daya tarik dari wisata Dieng, selain adanya bocah-bocah berambut gimbal. Tak heran, jika banyak wisatawan lokal maupun asing yang menyempatkan diri mengunjungi Desa Sigedang ini, hanya karena rasa penasaran dengan adanya orang-orang cebol ini.
Setelah melihat kehidupan dan keseharian orang-orang dengan keterbatasan fisik ini para turis akan merasa iba hatinya. Ada yang memberikan bantuan, baik itu berupa materi maupun Iainnya, semisal hewan ternak, atau sarana lainnya. Itu semata-mata agar para orang cebol ini bisa hidup layak seperti lainnya.
Banyak yang menduga, kata Ahmad Kanim, munculnya orang-orang cebol ini terjadi karena faktor gen (keturunan). Diakui oleh Ahmad Karim, bahwa orang yang terlahir cebol ini, dari garis keturunannya memang dulunya juga ada yang terlahir cebol, entah dari kakek buyutnya, atau kerabat lainnya yang ada pertalian darah.
Bahkan, cerita Ahmad Karim, ada dalam satu keluarga, seluruh anak-anaknya itu terlahir cebol semua. Padahal, kedua orangtuanya dalam keadaan normal. Jadi, hampir bisa dipastikan, orang-orang cebol yang ada sekarang ini, pastilah, dalam silsilah keluarga mereka dulu-dulunya pasti ada yang terlahir cebol juga.
Dari data yang ada, populasi orang cebol di Desa Sigedang ini tak lebih dari 9 orang, dari berbagai usia. Populasinya semakin berkurang, karena umumnya mereka meninggal pada usia tua. Mereka ini berasal dari 5 keluarga.
Sejak dulu hingga sekarang, orang-orang cebol ini berusaha hidup seperti orang normal Iainnya, meski semuanya serba terbatas. Meski terbatas secara fisik, namun soal kesehatan, mereka itu patut diacungi jempol.
“Saya belum pernah mendengar orang-orang cebol ini menderita sakit. Mereka diberi kesehatan yang luar biasa. Ini salah satu keistimewaannya,” jelas Ahmad Karim lagi.
Orang-orang cebol ini rata-rata tidak ada yang berumah tangga. Dan inilah keunikannya. Jadi orang-orang cebol yang muncul selanjutnya, bukan dari keturunan mereka langsung. Jadi soal keturunan orang cebol ini, tak bisa diprediksi munculnya dari keluarga siapa. Hal ini sama persis dengan keberadaan orang-orang albino di Borobudur, Magelang.
Bisa saja, kedua orangtuanya normal, namun anaknya ada yang cebol. Hal ini hanya bisa terdeteksi ketika Si anak baru lahir. Seperti pengalaman Ny.Winarti (45), salah satu warga Sigedang ini. Dari keempat anaknya, hanya si sulung, Ifrozah (25) yang terlahir cebol. Tinggi lfrozah hanya 47 cm
Pada saat mengandung Ifrozah, Ny.Winarti tak merasakan ada perbedaan, ataupun merasa ada kelainan, kelahirannya juga normal. Tapi ketika Ifrozah lahir 25 tahun sham, hatinya sangat terkejut.
“Ternyata tubuhnya sangat kecil dan pendek sekali. Ketika usianya bertambah, ternyata tubuhnya tidak tinggi-tinggi. Saya sudah yakin, kalau lfrozah itu nantinya bakal cebol. Saya akui, dari silsilah keluarga, memang kakak saya ada yang tubuhnya cebol,” cerita Ny. Winarti.
ads
Meski bertubuh kerdil serta hanya mengenyam penddikan formal hingga kelas 2 SD, tak membuat Ifrozah berkecil hati. Dia ternyata punya kelebihan, yakni pandai mengaji dan bisa membaca kitab kuning (arab gundul), tanpa ada yang mengajarinya.
Kelebihan lfrozah ini sudah tampak pada usia 5 tahun. Karena kelebihannya itu, lfrozah bercita-cita bisa menjadi seorang ustadzah. Aktifitas lfrozah juga seperti orang-orang mini lainnya, hanya ada di rumah.
Ahmad Karim menjelaskan, orang cebol dari Sigedang yang paling beruntung mungkin hanya Sahron. Dia dikontrak sebuah perusahaan di Jakarta, dan menikah dengan wanita normal. Tapi anehnya, keturunannya terlahir normal semua, dan nggak ada yang cebol.
“Dan kita yakin, orang-orang cebol ini akan tetap muncul. Yang kita tak habis pikir, kenapa mereka ini hanya ada di Desa Sigedang ini,” terang Ahmad Karim, yang sudah puluhan tahun menjadi sekdes desa Sigedang.
Kemunculan orang-orang cebol ini, hingga kini masih menjadi sebuah misteri tersendiri. Banyak pandangan berbeda untuk soal ini. Sebagian pendapat mengatakan, kalau kemunculan orang-orang cebol ini terjadi karena faktor alam, yakni letak geografis Desa Sigedang sendiri yang dikelilingi bukit-bukit, hingga letaknya seperti di cekungan.
Dulu, cerita Ahmad Karim, nama Desa Sigedang ini sebenarnya Sigedong, yang mempunyal arti Ietaknya itu seperti digedong (dipagari bukit), hingga membuat aktifitas warganya menjadi terhambat, baik dari kehidupan ekonomi maupun dirinya sendiri. Lambat laun, namanya berubah menjadi Sigedang.
Namun masyarakat setempat justru lebih mempercayai, kalau semua itu,’masih ada kaitannya dengan mitos, kalau orang-orang cebol ini masih keturunan dan Kyai Kolodete, tokoh yang dulunya babad alas Dataran Tinggi Dieng. Mereka-mereka ini, diyakini sebagal manusia ‘pilihan’ leluhur mereka.
Sekilas Ahmad Karim mengisahkan, siapa Kyai Kolodete ini sebenarnya. Kyai Kolodete sendiri, adalah tokoh masa lalu yang hidup di abad 17. Konon ceritanya, dulu ada 3 pengelana dari Mataram, yakni Kyai Wahik, Kyai Karim, serta Kyai Kolodete. Mereka babad alas, membuka daerah pemukiman di kawasan Wonosobo ini.
Kyal Karim babad alas di daerah Kalibeber sekarang ini.Kyai Walik babad alas di Selomerto, atau menjadi Kota Wonosobo sekarang ini. Nah, Kyai Kolodete sendiri babad alas di Dataran Tinggi Dieng bersama istrinya, Nini Dewi Laras.
Dari ke 3 tokoh ini, yang paling dianggap sakti dan mempunyai banyak kelebihan adalah Kyai Kolodete. Karena penampilannya terkesan unik dan nyentrik, yakni nambutnya yang gimbal, Kyai Kolodete memilih untuk mengasingkan diri di Dieng, hingga akhir hayatnya (moksa).
Sebelum moksa, Kyai Kolodete berpesan, jika ada anak-anak berambut gimbal lahir di kawasan Dieng, itu adalah anak turunnnya (titisan). Dan untuk memotong rambut anak gimbal ini, juga tak sembarangan. Perlu upacara dan ritual khusus, serta si orangtua harus memenuhi apa permintaan anak berambut gimbal ini.
Nah, cikal bakal Desa Sigedang sendiri, yakni Mbah Bawak, Joko Sudiro serta Larasati adalah masih ketununan dari Kyai Kolodete. Joko Sudiro dan Larasati adalah sepasang suami lstri. Sementara Mbah Bawak adalah abdinya.
“Kata mbah-mbah saya, mereka itu yang babad alas di Sigedang ini tahun 1779, atas perintah Kyai Kolodete. Joko Sudiro itu masih anak turun Kyai Kolodete yang terkenal sakti itu,” tenang Ahmad Karim.
Letak desa ini berada di cekungan bukit (gunung), yang diapit bukit-bukit sekitar, yakni bukit Suren, Kaligondil, Gunung Botak, serta Gunung Sindoro. Karena letaknya ini, akhirnya diberi nama Sigedong.
Hal ini membuat segala aktifitas warganya menjadi terbatas, baik itu secara ekonomi, ataupun kehidupan pribadinya. Auranya kurang baik. Namun karena yang memenintah babad alas adalah ayahnya, Joko Sudiro tak berani membantahnya. Hal ini juga berdampak kurang baik juga pada kehidupan Larasati dan Joko Sudiro sendiri.
Saat itu, penduduk Sigedang masih bisa dihitung dengan jari. Dari anak turun Joko Sudiro dan Larasati ini, ternyata ada yang yang tumbuh cebol. Dan itu berlangsung hingga sekarang.
“Dari cerita itu, kita yakin, kalau orang-orang cebol ini masih trah Kyai Kolodete. Keberadaan mereka tak bisa diremehkan. Banyak kelebihan yang mereka miliki, yang tak dimiliki orang awam,” terang ayah 2 anak ini’.
Kalau secara ilmu ilmiah, munculnya orang-orang cebol ini mungkin karena faktor gen (keturunan). Namun jika hal ini dikaitkan dengan cerita mitos tadi, adanya Kyai Kolodete, serta Joko Sudiro dan Larasati, menurut Ahmad Karim, masuk akal juga.
Yang jadi pertanyaan, kenapa faktor alam ini bisa bendampak pada pertumbuhan penghuninya? Hingga kini pentanyaan ini belum ada jawabannya. Hal ini juga yang membuat Prof drg Etty Indriyati Phd, seorang profesor UGM, Kepala laboratorium Bioanthropology dan Palaeoanthropology pada tahun 2008 lalu mengadakan penelitian tentang orang-orang kerdil ini.
Profesor ini juga mengambil sample 3 sumber mata air di desa ini Tapi hingga kini, belum ada hasil dari penelitian tersebut.Tapi menurut seorang ahli penyakit dalam, Dr E.M. Yunir, kelahiran orang-orang cebol ini karena faktor terhambatnya perkembangan hormon tulang.
No comments:
Post a Comment